SEMAR – Profil dan Sejarah Semar dalam Kebudayaan Jawa

Bagikan ke :

1. Profil Semar

Nama lengkap: Semar atau Ki Lurah Semar
Julukan: Badranaya, Sang Pamomong, Punakawan Tertua
Asal-usul: Tokoh mitologi dalam budaya Jawa, Sunda, dan Bali
Peran:

Tokoh punakawan (pengasuh/pamong para ksatria)

Simbol kebijaksanaan, kesederhanaan, dan kebenaran sejati

Manifestasi Dewa dalam wujud rakyat biasa

 

2. Ciri Fisik Semar

Bertubuh gemuk dan pendek

Bermata sipit (kadang digambarkan menangis)

Berpipi tembem

Perut buncit, pantat menonjol ke belakang

Sering mengenakan kain jarik dan blangkon

Penampilannya unik: perpaduan antara lucu dan sakral

 

3. Asal-usul dan Sejarah

Dalam mitologi Jawa, Semar bukan tokoh dari India seperti kebanyakan tokoh pewayangan Mahabharata atau Ramayana. Ia adalah tokoh asli Nusantara, tepatnya dari budaya lokal Jawa yang kemudian diadaptasi dalam pewayangan sebagai pamong para ksatria.

Menurut beberapa versi cerita:

a. Semar sebagai Dewa

Semar dipercaya sebagai manifestasi Sang Hyang Ismaya, saudara Batara Guru (penguasa kahyangan). Karena kesalahan di kahyangan, Ismaya diturunkan ke dunia dan menjelma menjadi Semar — sosok rakyat biasa yang menjadi penuntun ksatria-ksatria utama seperti Pandawa.

b. Peran Kosmis

Dalam tradisi kejawen, Semar adalah perwujudan kebijaksanaan Ilahi dalam rupa yang sangat sederhana. Ia bukan hanya lucu, tetapi juga mengandung nilai filsafat dalam ucapannya.

4. Peran Semar dalam Wayang

Semar menjadi punakawan (pengasuh dan penasehat) bagi para tokoh utama, seperti:

Pandawa dalam Mahabharata versi Jawa

Rama dalam Ramayana versi Jawa

Fungsi Semar dalam pewayangan:

Sebagai penasehat spiritual

Penyeimbang antara dunia manusia dan dewa

Penyalur suara rakyat kecil

Sumber kritik sosial dan moral

Menyuarakan kebijaksanaan dalam bentuk humor

 

5. Filosofi Semar

Kesederhanaan: Walaupun sakti, Semar tidak menampakkan kekuatannya sembarangan.

Kerendahan hati: Sebagai dewa, ia justru memilih menjadi pelayan.

Kebenaran: Ia tidak pernah membela yang salah, meski yang salah adalah majikannya.

Kritis: Melalui guyonan dan sindiran, Semar sering menjadi juru bicara kritik terhadap kekuasaan yang tidak adil.

 

6. Anak-anak Semar

Semar memiliki beberapa anak punakawan, yaitu:

Gareng: Melambangkan hati-hati dan keadilan

Petruk: Melambangkan keluguan dan kepolosan

Bagong: Melambangkan kekuatan dan kejujuran

Mereka juga digunakan dalam wayang sebagai media hiburan dan sindiran sosial.

7. Penutup

Semar adalah simbol jati diri spiritual orang Jawa, yang menggabungkan unsur kesakralan, kebijaksanaan, kesederhanaan, dan keberpihakan pada rakyat kecil. Ia tidak hanya tokoh wayang, tetapi juga menjadi lambang filsafat hidup: “ngluruk tanpo bolo, menang tanpo ngasorake” (menyerbu tanpa pasukan, menang tanpa merendahkan).